Selamat Datang di Personal Weblog anjas-bee dan Terima Kasih Atas Kunjungannya

Rabu, 14 Desember 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING DALAM SUPERVISI AKADEMIK


Oleh :


Anjasmoro

CGP Angkatan 6

Kabupaten Bengkulu Tengah

Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd.

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd.


Tujuan Pembelajaran Khusus :

CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul2.3 dalam berbagai media.

Pengertian Coaching

Apakah itu coaching? International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang pendamping (coach) bersama dengan klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, ada 3 kata kunci yang dapat diambil yaitu kemitraan (partnership), memberdayakan (empowering) dan optimalisasi.

Maksud kemitraan pada proses coaching adalah bahwa kedudukan coach dan coachee itu sama , tidak ada yang lebih tinggi. Coach memposisikan diri sebagai teman bicara yang mengarah kan dengan memberdayakan (empowering) coachee-nya melalui optimalisasi pertanyaan pertanyaan berbobot berupa pertanyaan terbuka sehingga dapat menggali ide-ide dari pengalaman pribadi coachee-nya. 

 

Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Coach

Pada modul 2.3 disampaikan ada 3 kompetensi yang harus dimiliki seorang coach yaitu :

  1. Pressence, hadir sepenuhnya. Seorang coach harus hadir sepenuhnya baik jiwa maupun raga dalam percakapan  coaching, ini dapat terlihat dari selarasnya hati pikiran serta bahasa tubuh sang coach
  2. Mendengar kan aktif. kompetensi ini lahir dari kehadiran penuh sang coach. Pada kompetensi ini coach dilarang untuk menjudment, berasumsi serta berasosiasi berdasarkan pengalaman coach sendiri. 
  3.  Pertanyaan berbobot. Coach harus berupaya memberikan pertanyaan terbuka pada sang coachee yang nanti nya, akan dapat menggali ide ide dari pengalaman pribadi coachee. Pertanyaan terbuka ini dapat diberikan dengan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana. 

 

Pada materi 2.3 ini disampaikan pula perbedaan dari coaching, mentoring, dan consulting

 


Keterampilan coaching ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk menggali kemampuan siswa dalam menangani masalah sendiri baik masalah dalam hal belajar maupun masalah pribadi siswa. Begitupun dengan hubungan sosial dengan atasan maupun teman sejawat, keterampilan coaching dapat pula membantu rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka dalam mengajar maupun masalah pribadi dengan mengoptimalkan pengetahuan sang coachee berdasarkan pengalaman pribadi. 

 

Refleksi Pengalaman Belajar Modul 2.3

Saya, sebagai guru penggerak haruslah mampu menjalankan salah satu peran guru penggerak yakni  menjadi coach bagi guru lain, agar mampu menuntun rekan sejawat saya untuk menemukan sendiri solusi atas masalah yang dihadapinya melalui kegiatan supervisi akademik menggunakan konsep coaching.

Selama dan setelah saya belajar materi coaching ini, saya merasa tertantang bagaimana bisa menggali pengalaman dalam mengatasi masalah, membuat pertanyaan berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan coachee saya tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada saya sendiri,apa yang bisa saya lakukan agar tetap terkontrol?. Menurut saya disini lah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 diuji pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi saya, keterampilan kesadaran diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi perlu diterapkan ketika saya menjadi coach di kelas saya. 

 

Selama pembelajaran, saya sudah merasa baik dalam menahan diri saya untuk tidak menjudgment ketika siswa saya berpendapat. Saya berikan mereka kebebasan berpendapat ketika saya mengajukan pertanyaan, tentu dengan pengaturan kesempatan berpendapat agar tidak mengganggu ketertiban di kelas. Saya merasa berhasil dalam menerapkan keterampilan sosial emosional . Saya juga menjadi pendengar yang baik bagi rekan sejawat saya ketika mereka berkeluh kesah ,curhat bahasa kekinian nya, menjadi teman ngobrol yang sedikit banyak dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan santai ini terlahir rencana bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya, dan tentu saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang sudah saya pelajari di modul 2.3 ini.

Ketika pembelajaran di kelas, ada keterampilan yang menurut saya harus saya pelajari dan tingkatkan, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot yang singkat padat dan jelas bagi murid murid saya. Kadang kala saya merasa saya masih mengajukan pertanyaan yang membingungkan sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dan menimbulkan jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang saya maksud di pertanyaan ketika saya jadi coach. Saya jadi bertanya Apa yang dapat saya lakukan untuk mengefektifkan pertanyaan saya dan bisa menjadi pertanyaan berbobot? . Untuk itu, saya berusaha melakukan 2 tahap sebelum melemparkan pertanyaan yaitu dengan pressence / hadir penuh serta mendengarkan aktif ketika coachee saya bercerita, saya pun harus mampu mencari dan menciptakan waktu dan tempat yang nyaman untuk coachee saat coaching dilaksanakan. 

 

Kesimpulannya materi modul 2.3 ini berkaitan sekali dengan modul 1.2 yaitu nilai dan peran guru penggerak. Pada modul ini disampaikan bahwa salah satu peran guru penggerak adalah sebagai coach bagi guru lain. Sesuai dengan peran tersebut seorang guru penggerak harus mampu menjadi mitra bagi guru lainnya dalam menyelesaikan masalah. Guru penggerak juga mempunyai peran sebagai pemimpin pembelajaran, dimana seorang pemimpin tentu harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi akademik ketika di perlukan. Hubungan nya dengan kedua peran tersebut, ketika melakukan nya tentu seorang guru penggerak harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai Pembelajaran sosial emosional ( modul. 2.2 ) . Guru penggerak harus memiliki kesadaran diri serta kesadaran sosial yang baik ketika melakukan coaching. Harus mampu menahan diri dan keinginan untuk berkomentar yang menjudgment sang coachee. Intinya seorang Coach itu harus mampu menjadi pendengar setia ketika sang coachee sedang menyampaikan pemahamannya. 

 

Kaitannya dengan modul 1.1 filosofi KHD bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat anak baik kodrat alam maupun kodrat jaman sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Pada tahap menuntun ini guru dapat berperan sebagai Coach yang dapat menggali semua kemampuan yang dimiliki anak didiknya, dapat pula berperan sebagai Mitra belajar bagi anak. Ini dimaksudkan agar anak lebih merdeka mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki tapi tetap tera rah dengan adanya coach yang mengarahkan mereka. Sekali lagi proses mengarahkan ini harus bebas dari judgment, asumsi maupun asosiasi coach.


Salam dan Bahagia
Guru Penggerak
Tergerak, Bergerak, Menggerakkan!

Jumat, 02 Desember 2022

RINGKASAN SUB PEMBELAJARAN 2.4: SUPERVISI AKADEMIK DENGAN PARADIGMA BERPIKIR COACHING

Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).

Penilaian proses pembelajaran selain dilaksanakan oleh pendidik dapat dilaksanakan oleh:

a. sesama pendidik;

b. kepala Satuan Pendidikan;

c. Peserta Didik.

 

Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coachng meliputi:

1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru

2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3. Terencana

4. Reflektif

5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6. Berkesinambungan

7. Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

 

Pada umumnya pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut.

Salah satu bagian dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Morris Cogan dari Harvard University. Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980) mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas. Sebuah kegiatan supervisi klinis bercirikan:

1.     Interaksi yang bersifat kemitraan

2.     Sasaran supervisi berpusat pada strategi pembelajaran atau aspek pengajaran yang hendak dikembangkan oleh guru dan disepakati bersama antara guru dan supervisor

3.      Siklus supervisi klinis: pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi

4.      Instrumen observasi disesuaikan dengan kebutuhan

5.     Objektivitas dalam data observasi, analisis dan umpan balik

6.     Analisis dan interpretasi data observasi dilakukan bersama-sama melalui percakapan guru dan supervisor

7.      Menghasilkan rencana perbaikan pengembangan diri

8.     Merupakan kegiatan yang berkelanjutan.

Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi 3 tahap yakni Pra- observasi, Observasi dan Pasca-observasi.

Seorang Kepala Sekolah dapat menjadi seorang evaluator, fasilitator, coach, konsultan atau trainer sesuai dengan peran yang dibutuhkan saat itu. Kepala Sekolah perlu menginformasikan kepada coachee mengenai peran apa yang sedang dilakukan saat itu.

Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.

 DAFTAR PUSTAKA


Rabu, 30 November 2022

2.3.a.4.3.Eksplorasi Konsep Modul 2.3 - 2.3. Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching : Mengajukan Pertanyaan Berbobot

     Pada bagian ini Bapak/Ibu akan melakukan kegiatan refleksi.

Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini: 

  1. Anda tidak dapat memenuhi target pekerjaan, lalu kepala sekolah/rekan kerja Anda mengajukan pertanyaan berikut:
    1. Mengapa target tidak tercapai?
    2. Kelihatannya Anda tidak merencanakannya dengan baik ya?
    3. Memangnya Anda tidak mencoba cara A, B, C, D?
    4. Apakah tidak diperhitungkan sebelumnya bahwa ini tidak akan terpenuhi?
  1. Anda sedang bingung bagaimana mengimplementasikan apa yang Anda pelajari dalam 10 hari ini. Lalu, Anda menghubungi instruktur Anda, dan ini yang ia tanyakan:
    1. Apakah Anda mengerjakan semua tugas selama 10 hari?
    2. Apakah setiap ada sesi sinkronus Anda hadir? (saat Anda selesai menjawab, ia melanjutkan?) Betul?
    3. Mengapa Anda bisa bingung kalau Anda hadir terus?
    4. Apakah Anda tidak mencoba mencari tahu saat di kelas?
  2. Anda tidak memahami suatu materi pelatihan, lalu meminta rekan Anda menjelaskan. Lalu ini yang ia tanyakan:
    1. Kenapa Anda tidak mengerti?
    2. Apa Anda tidak memperhatikan saat dijelaskan di depan?
  3.  Coba rasakan Anda ditanya seperti ini:
    1. Sudah berapa lama Anda berada di posisi ini?
    2. Apa tanggung jawab utama Anda?
    3. Anda ingin “A” atau “B”?
    4. Apakah tugasnya sudah diselesaikan?
    5. Dia berbakat atau tidak?

 

Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:

  1. Apa yang terjadi dalam diri Anda pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?
  2. Apa yang Anda pikirkan?
  3. Apa yang Anda rasakan?
  4. Apa respon Anda?
Jika saya dihadapkan pada situasi di atas tentu banyak hal yang saya rasakan. Akan tetapi karena pembelajaran sosial emosional telah saya pelajari tentu saja saya akan memaksimalkan kompetensi sosial emosional saya dalam menghadapi situasi tersebut. Berikut ini jawaban rinci saya atas empat pertanyaan di atas :

1. Yang terjadi dalam diri saya pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas adalah saya merasa tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, sedih bahkan merasa menjadi orang yang gagal. tetapi hal ini tidak membuat saya lantas berkecil hati. Dan saya rasa hal tersebut adalah normal. Atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh kepala sekolah/rekan kerja tentu saya akan menjawab secara lugas dan tenang.
2. Yang saya pikirkan adalah mengapa saya melakukan hal-hal tersebut dan bagaimana agar saya tidak kembali ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Untuk mengembalikan fokus saya dapat menerapkan teknik STOP. Setelah itu saya akan berusaha memenuhi target pekerjaan, kembali fokus dalam pembelajaran dan mencari informasi tentang materi pelatihan yang belum saya pahami.
3. Yang saya rasakan adalah perasaan tidak nyaman dan kecewa terhadap diri sendiri dan juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang tersebut. Kemudian saya akan mengelola perasaan saya agar saya tidak berlarut-larut dalam rasa kecewa. Kemudian saya akan mempelajari kembali materi tersebut debaik mungkin hingga saya mengerti
4. Respon saya adalah saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sesuai dengan apa yang sudah saya lakukan dan saya akan mengakui kesalahan yang saya perbuat serta berusaha untuk memperbaikinya.

2.3.a.4.3.Eksplorasi Konsep Modul 2.3 - 2.3. Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching : MENDENGARKAN AKTIF

 

Pada bagian ini Bapak/Ibu akan menjawab Pertanyaan Refleksi dan Pengalaman Berada di 3 Situasi yang ditampilkan pada bacaan yang disajikan:

1.         Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut.

a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?

b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

2.         Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang Anda sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu .

a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?

b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

3.         Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa Anda minta.

a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?

b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

 

Jawaban dari  Pertanyaan Refleksi di atas adalah sebagai berikut :

1.         Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut

a. Yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu adalah:

Saya merasa senang jika saya dilabeli/dinilai positif oleh orang lain dan tentu saya merasa

sedih, kecewa dan kesal jika dilabeli negative oleh orang lain. Apalagi jika label negatif itu

tidak sesuai dengan keadaan diri saya.

b. Yang saya lakukan setelah mendengarkannya:

Jika saya dilabeli/dinilai positif, saya akan mengucapkan terima kasih. Jika saya

dilabeli/dinilai negative, walaupun saya merasa sedih, kecewa dan kesal saya tidak akan

menunjukkan kepada orang tersebut, saya akan berusaha menahan perasaan sedih, kecewa

dan kesal tersebut agar tidak terlihat dan bersikap biasa saja.

2.    Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang saya sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu:

a. Yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu

Saya merasa terkejut dan kesal karena orang tersebut tidak mengonfirmasi ke saya terlebih dahulu. Tetapi saya tetap akan berusaha untuk tidak menunjukkan kekesalan yang saya rasakan.

b. Yang saya lakukan setelah mendengarkannya

Sesegera mungkin mengklarifikasi apa yang saya sampaikan dan apa yang orang lain salah artikan, agar tidak terjadi kesalah pahaman apalagi sampai menimbulkan permasalahan.

 

3.    Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa saya minta

a. Yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu

Saya akan tetap mendengarkan dengan baik dan merasa biasa saja, berpikir positif bahwa orang ini memiliki niat baik untuk menasehati atau memberi saran pada saya, apalagi jika nasehat dan saran yang dia berikan baik dan berguna untuk saya.

b. Yang saya lakukan setelah mendengarkannya

            Saya akan mengucapkan terima kasih atas nasehat dan saran yang diberikan, berterima kasih karena       sudah berbagi pengalamannya. Saya akan mengambil hal baik dari nasehat, saran atau pengalam yang diberikan.

Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching

 

Dalam tugas kali ini, bapak Ibu diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut :


1.     Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat berhasil menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang! 

2.     Apa hal-hal yang biasanya dilakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan?

3.     Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat hilang fokus di saat sedang melakukan-percakapan dengan seseorang. Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya focus? Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus?


Jawab:

1.     Pengalaman saya untuk dapat menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang dapat saya lakukan dengan beberapa cara berikut :

a.     Mendengarkan dengan sepenuh hati

b.     Tidak memotong pembicaraan 

c.     Beri tanggapan terhadap pembicaraannya

d.     Jika ada yang ingin ditanyakan maka, beli pertanyaan yang mudah dimengerti


2.     Hal-hal yang biasanya saya lakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan dapat saya rincikan sebagai berikut :

a.     Sebelum kegiatan

  • Mempelajari dan memahami topik yang akan di bahas
  •  Membuat tujuan yang akan di harapkan dalam kegiatan
  • Menyusun strategi penyampaian
  • Membuat kenyamanan dalam kegiatan

b. Selama kegiatan, saya berusaha untuk memastikan menyimak setiap pembicaraan. 

c. Sesudah kegiatan

  • Mengambil pelajaran dari kegiatan
  • Mencatat kekurangan dalam kegiatan untuk di jadikan pembelajaran selanjutnya
  • Memberi respon positif dalam kegiatan


3.     Pengalaman saya hilang fokus di saat sedang melakukan-percakapan dengan seseorang yaitu jika ada masalah mendesak dan tiba-tiba, misalnya dapat berita keluarga terdekat sakit. Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya focus? Sering kehilangan focus karena ada masalah di luar pembicaraan yang sifatnya urgen. Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus? Berusaha mengurangi pikiran ke masalah tersebut walaupun urgen atau menyelesaikan masalah yang urgen tersebut terlebih dahulu.

Selasa, 29 November 2022

Ringkasan Sub Pembelajaran 2.2: Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching

 Paradigma Berpikir Coaching

1. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan

Pada saat mengembangkan kompetensi rekan sejawat, perhatian dipusatkan pada rekan yang

dikembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan

pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada

mereka, sesuai keinginan mereka.


2. Bersikap terbuka dan ingin tahu

Diperlukan berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang

dikembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:

1. Berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang

lain;

2. Mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;

3. Tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat

orang lain memiliki pemikiran tertentu.

Agar dapat bersikap terbuka, maka perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang

dikatakan atau dilakukan rekan. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran atas

jawaban rekan, maka diubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi

penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati.


3. Memiliki kesadaran diri yang kuat

Kesadaran diri yang kuat membantu untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi

selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Diperlukan kemampuan menangkap adanya

emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun

dari rekan.


4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Diperlukan kemampuan melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa

rekan melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan,

karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga

mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita

berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada

masalah.


Prinsip Coaching

Terdapat tiga prinsip Coaching, yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.

Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip

coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi.

1. Kemitraan

Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra, yang berarti setara, tidak

ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya

sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar

dari dirinya sendiri. Kemitraan ini diwujudkan dengan cara membangun kesetaraan dengan

orang yang akan dikembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara

keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada

saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih

berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan

sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau

memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita. Kemitraan dalam mengembangkan rekan

sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita

kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan,

bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut.


2. Proses kreatif

Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang

diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses

kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:

1. dua arah

2. memicu proses berpikir coachee

3. memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang

yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan

situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk

mengembangkan kompetensi dirinya


3. Memaksimalkan potensi

Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri

dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang

paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga,

percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang

dikembangkan.


Prinsip dan Paradigma Berpikir Coaching dalam Supervisi Akademik

Prinsip dan paradigma berpikir coaching sangat bisa digunakan dalam proses supervisi, agar

semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang memberdayakan, bukan

mengevaluasi.

Supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses

belajar di kelas. Kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan

evaluasi, yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi

awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita mengetahui tujuan dan

hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan

paradigma berpikir coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.

Jumat, 25 November 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

 

Anjasmoro

CGP Angkatan 6 Kabupaten Bengkulu Tengah

Di bawah Bimbingan :

Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd

Pemahaman Tentang Pembelajaran  Sosial dan Emosional.

Sebelumnya saya merasa jika kompetensi sosial emosional murid terbentuk dengan sendirinya, ternyata hal tersebut tidak tepat. Setelah  saya mempelajari modul ini, saya meyakini bahwa kompetensi sosial emosional murid akan terbentuk melalui proses pendidikan, dan pengajaran  sejalan dengan pertumbuhan dan bertambahnya usia mereka menuju kedewasaan. Proses pembelajaran anak didik tidak tergantung pada aspek inteligensi atau kemampuan kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti aspek perkembangan emosi dan sosial. Aspek emosi dan sosial ini sangat berpengaruh terhadap perilaku murid kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Pada murid aspek sosial emosi ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran sosial emosional.  Pembelajaran sosial emosional adalah proses mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal murid dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Pembelajaran sosial emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penanaman pendidikan karakter kepada murid. Pemahaman tersebut seperti di atas berbeda dengan pemahaman saya sebagai guru sebelum mempelajari modul ini. Oleh Karena itu  dalam pembelajaran di kelas saya harus mengintegrasikan pembelajaran sosial dan emosional di awal  proses  pembelajaran. Hal ini dilakukan  untuk mengetahui seberapa kesiapan, ketertarikan, dan fokus murid dalam memulai pembelajaran, sehingga sebagai  guru dapat melayani kebutuhan belajar murid  dan mampu menciptakan  lingkungan yang aman dan nyaman dalam  meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being).

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah proses pembentukan diri dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak (kesadaran diri, kontol diri, kemampuan berelasi, dan lain-lain) untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, mengajarkan mereka menjadi orang yang baik, memberikan keseimbangan pada individu, dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah Pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh Kepala Sekolah, Guru, murid, Tenaga Kependidikan, wali murid dan warga sekolah lainnya. Proses Kolaborasi ini memungkinkan murid, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional dengan tujuan agar dapat mewujudkan hal-hal sebagai berikut:

1. Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri)

2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)


Pembelajaran Sosial dan Emosional dapat diberikan dalam 3 ruang lingkup yaitu, kegiatan rutin di luar pembelajaran akademik, terintegrasi dalam pembelajaran, dan  protokol, budaya, atau peraturan sekolah yang disepakati bersama (keyakinan kelas).

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di kelas atau sekolah sehingga dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being) anak didik, ada 3 (tiga) hal terpenting dan sangat mendasar yaitu  5 Kompetensi Sosial Emosional, Kesadaran Penuh (Mindfulness), dan Kesejahteraan Psikologis (Well Being).  Adapun penjelasan dari ketiga hal penting tersebut adalah:

 

5 (Lima)   Kompetensi Pembelajaran Sosial dan Emosional

Kesadaran Diri.

Kesadaran Sosial merupakan kemampuan untuk memahami emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan. Contoh : Dapat mengembangkan identitas pribadi dan identitas sosial, Mengidentifikasi kekuatan/aset diri dan budaya, Mengidentifikasi emosi dalam diri, Menunjukkan integritas dan kejujuran, Mampu menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai diri


 Manajemen Diri.

     Manajemen diri merupakan kemampuan untuk memahami emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi. Contoh :

Mengelola emosi diri

Mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi pengelolaan stres

Menunjukkan disiplin dan motivasi diri

Merancang tujuan pribadi dan bersama

Menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir

Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif

Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok

 

3.       Kesadaran  Sosial

     Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang budaya dan konteks yang berbeda-beda. Contoh : Mempertimbangkan pandangan dan pemikiran orang lain, Mengakui kemampuan dan kekuatan orang lain, Mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih,Menunjukkan keprihatinan atas perasaan orang lain, Memahami dan mengekspresikan rasa syukur, Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan

 

4.       Keterampilan Berelasi

      Keterampilan berelasi merupakan kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat. Contoh: Berkomunikasi dengan efektif, Mengembangkan relasi dan hubungan positif, Memperlihatkan kompetensi kebudayaan

 

5.       Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

      Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab merupakan kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (Well being) diri sendiri, masyarakat, dan berkelompok. Contoh : Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran,Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial, Belajar membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data dan fakta, Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya., Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.

 

Kesadaran Penuh (Mindfulness)

 

Pembelajaran sosial dan emosional dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (Mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional yang akan memunculkan perasaan tenang, stres berkurang, pikiran menjadi jernih, dan fokus serta menjadi semangat dalam belajar.

 

Kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan keadilan. Kesadaran penuh (Mindfulness) sebagai dasar penguatan lima kompetensi sosial dan emosional. Praktik kesadaran penuh dapat dilakukan dengan menggunakan teknik STOP.

 

Kesejahteraan Psikologis (Well Being)

Suatu kondisi individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan diri.

 

Dengan memahami dan menerapkan ketiga hali atas, maka  perubahan yang selayaknya   diterapkan oleh seorang guru di kelas dan sekolah, adalah :

 

Bagi murid-murid,  yakni Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksi kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan responsif dengan perkembangan budaya serta mengintegrasikan kompetensi sosial dan emosional ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran.

 

Bagi rekan sejawat,  Guru harus tetap belajar dan menjadi teladan (memodelkan), serta membangun kolaborasi

 

KETERKAITAN MATERI DALAM MODUL 2.2 DENGAN MODUL YANG LAIN

 

Keterkaitan materi dalam modul 2.2 ini  dengan modul yang lain diantaranya :

 

1. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.1 FILOSOFI PEMIKIRAN KHD

 

Ada hubungan timbal-balik antara pemikiran dan konteks sosial. Di satu sisi setiap pemikiran terjadi dan berkembang di dalam konteks sosial tertentu. Di sisi lain, konteks sosial secara tertentu pula dibentuk dan dikembangkan oleh pemikiran. Aktivitas berpikir manusia seperti yang telah dicetuskan oleh KHD  telah membentuk dan mengembangkan konteks sosio-kultural yang khas sesuai tradisi dan budaya pada masa itu, telah menjadikan  alam  sebagai sumber inspirasi sehingga mengalami transformasi menjadi kebudayaan. Dan pemikiran tersebut masih terasa pengaruh dan manfaatnya hingga kini. Pembelajaran Sosial dan Emosional sesuai dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara anatar lain adalah guru harus dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan di sekolah sehingga tercipta kondisi yang aman, nyaman, sehat, dan bahagia bagi murid. Hal ini sejalan dengan pemikiran KHD bahwa pendidikan harus menuntun anak mencapai kodrat agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya.

 

2. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.2 NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK

Pembelajaran Sosial dan Emosional bahwa Guru harus dapat menumbuhkan nilai dan peran guru dalam pengelolaan emosi murid sehingga tercipta pembelajaran yang berpihak kepada murid, dan terbentuknya nilai-nilai kemandirian pada murid. Hal ini sesuai dengan Nilai Guru Penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak kepada murid. Selain itu juga Guru harus memiliki peran yaitu menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepimpinan murid.

 

3. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

Dalam Pembelajaran Sosial dan Emosional, Guru harus dapat mewujudkan visi yang diharapkan yaitu Mewujudkan Siswa yang Beriman, Bertaqwa dan Berbudi Pekerti Luhur, berprestasi sehingga terwujud Profil Pelajar Pancasila. Hal ini bisa terwujud dengan melakukan prakarsa perubahan dengan memberikan pembelajaran kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

 

4. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 Pembelajaran Sosial dan Emosional,  seorang guru harus dapat memahami emosi masing-masing murid agar dapat mengontrol diri dan dapat menerapkan budaya positif yang baik di sekolah sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, aman, dan nyaman bagi siswa yang proses pembelajaran. Penerapan pembelajaran sosial dan emosional ini sangat  berpengaruh positif dalam penerapan budaya positif baik berupa disiplin positif maupun keyakinan kelas dengan sebaik mungkin karena motivasi yang dibangun itu muncul  dari motivasi internal  dan dengan kesadaran diri dan manajemen diri.

 

5. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 2.1 PEMBELAJARAN DIFERENSIASI

Pembelajaran Sosial dan Emosional, guru harus dapat mengidentifikasi emosi dan perasaan masing-masing murid sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran diferensiasi di kelas sesuai kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar murid, dan dengan menggunakan strategi diferensiasi konten, proses, dan produk, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan murid agar pembelajaran semakin menyenangkan dan dapat mewujudkan merdeka belajar.

 

Demikian Koneksi Antar Materi terkait dengan pembelajaran Modul 2.2 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6 tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional, semoga kita sebagai guru dapat menerapkan Pembelajaran Sosial dan Emosional di sekolah.

Kamis, 10 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Oleh :

Anjasmoro

CGP Angkatan 6 Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu

 

Di bawah bimbingan :

Fasilitator            : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd.

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd.. 



Pembelajaran Berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Pembelajaran Berdiferensiasi dapat dilakukan di kelas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Merumuskan tujuan pembelajaran
  • Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil murid.
  • Menciptakan suasana belajar yang kolaboratif dan positif
  • Melakukan penilaian yang berkelanjutan / on going assessment
  • Melakukan diferensiasi konten, produk, dan proses

 

Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang masksimal karena pembelajaran berdiferensiasi berpihak pada murid, menciptakan lingkungan belajar yang positif, kolaboratif dan saling menghargai, serta adanya strategi pembelajaran didasari oleh kebutuhan murid meliputi kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid.

 

Untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi guru terlebih dahulu harus mengidentifikasi kebutuhan murid yang terkait dengan kesiapan belajar murid (lambat-cepat, konkret – abstrak, mandiri - bantuan, minat murid, profil belajar murid yang meliputi gaya belajar, latar belakang, dan kecerdasan).

 

Kesiapan belajar murid atau readiness adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru diibaratkan seperti “The Equalizer” dari yang bersifat mendasar menuju bersifat transformatif, konkret ke abstrak, sederhana ke kompleks, terstruktur ke terbuka (open-ended), tergantung ke mandiri, dan lambat menjadi cepat.

 

Sedangkan dalam minat belajar, hal yang dapat dilakukan antara lain : “Cocokkan” yaitu mencari kecocokan antara minat murid dengan tujuan pembelajaran, “Koneksikan” berarti menunjukkan koneksi antar materi pembelajaran, “Jembatani” yaitu menjembatani pengetahuan awal dengan pengetahuan baru, dan “Memotivasi” yang memungkinkan tumbuhnya motivasi murid untuk belajar.

 

Dalam profil belajar murid maka guru perlu mengidentifikasi lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, kemudian pengaruh budaya dari santai menjadi terstruktur, pendiam ke ekspresif, personal ke impersonal, gaya belajar murid juga dengan mengidentifikasi yaitu bisa visual (belajar dengan melihat), auditori (belajar dengan mendengarkan), kinestetik (belajar sambil melakukan), kecerdasan majemuk (multiple intelegences), visual ke spasial, musical bodily kinestetik, logic matematika.

 

Ada tiga strategi dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu :

1.   Diferensiasi Konten

Adalah mendiferensiasikan materi pembelajaran kepada murid berdasarkan kebutuhan, dilihat dari kesiapan belajar murid secara konkret – abstrak, minat belajar murid dengan mempersiapkan topik atau materi sesuai minat siswa, profil belajar siswa sesuai gaya belajar, audio, visual, atau kinestetik.

2.  Diferensiasi Proses

Adalah usaha untuk membantu murid memahami materi pembelajaran dengan memberi beberapa kegiatan atau scaffolding sesuai dengan kebutuhan murid.

 

3.   Diferensiasi Produk

Produk berupa tagihan atau hasil yang diharapkan dari murid setelah proses pembelajaran, baik berupa hasil tes, presentasi atau diskusi, pertunjukkan, pidato, diagram dan lainnya yang mencerminkan pemahaman murid dari tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran.

 

Kaitan Antar Materi Dengan Modul Sebelumnya

Filosofi pemikiran KHD mengungkapkan bahwa pendidikan adalah menuntun murid sesuai kodrat alam dan zaman dengan berpihak pada murid sesuai perkembangan minat, bakat dan potensi murid. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pembelajaran berdiferensiasi yang bertujuan memberikan pembelajaran kepada murid dengan cara memetakan kebutuhan murid sesuai kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar anak.

 

Kaitan dengan Nilai dan peran Guru penggerak bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat mewujudkan Merdeka Belajar apabila guru penggerak telah memiliki nilai guru penggerak dan menerapkan peran guru penggerak. Nilai guru penggerak meliputi : mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, berpihak pada murid. Dan peran guru penggerak meliputi menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid.

 

Kaitan dengan visi guru penggerak, seorang guru penggerak tentunya memiliki visi untuk mewujudkan murid yang merdeka belajar dan memiliki profil pelajar Pancasila. Pembelajaran yang berpihak pada murid selaras dengan pembelajaran berdiferensiasi  yang menyesuaikan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Untuk menciptakan pembelajaran berdiferensiasi guru penggerak harus mampu berkolaborasi dan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki oleh sekolah sehingga mampu mendukung terwujudnya visi dan mendukung perkembangan murid berdasarkan pemetaan kebutuhan murid.

 

Kaitan dengan Budaya Positif, Budaya positif adalah perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran diferensiasi dibangun dengan menerapkan budaya positif. Jadi jelas bahwa ada koneksi antara pembelajaran berdiferensiasi dengan budaya positif yang berlaku di sekolah.

 

SALAM DAN BAHAGIA

Kamis, 20 Oktober 2022

Modul 1.1.a.7 Elaborasi Pemahaman Konsep : Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara

 

Anjasmoro

SMA Negeri 5 Bengkulu Tengah

CGP Angkatan 6 Provinsi Bengkulu


Fasilitator : Hj.Ucu Julaeha, M.Pd

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd


Tujuan Pembelajaran Khusus :

Peserta mampu memberikan perspektif refleksi kritis tentang pemikiran KHD dalam elaborasi pemahaman dengan berdialog bersama instruktur.


Elaborasi pemahaman yang saya peroleh dalam modul ini dapat saya tampilkan sebagai berikut :




Demonstrasi Kontekstual Modul 1.1.a.6 : Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara


Anjasmoro

SMA Negeri 5 Bengkulu Tengah

CGP Angkatan 6


Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, M.Pd.


Tujuan Pembelajaran Khusus :

Peserta mendesain strategi dalam mewujudkan pemikiran KHD - 'Pendidikan yang berpihak pada murid' - sesuai dengan konteks diri murid dan sosial budaya di daerah asal.


Metafora atau perlambang menjadi salah satu cara yang efektif untuk memahami sebuah konsep yang rumit. Filosofi KHD mengenai asas Tri-kon dapat dilambangkan sebagai sistem tata surya, dimana murid digambarkan sebagai planet yang mengorbit pada matahari (simbol kemanusiaan) dalam garisnya masing-masing. Setiap planet berevolusi dengan kecepatan yang berbeda-beda, namun tak pernah berhenti bergerak (Syahril,2018).

Menyikapi hal tersebut, maka demonstrasi kontekstual yang dapat saya tampilkan adalah sebagai berikut :



Ruang Kolaborasi Modul 1.1.a.5.2 : Refleksi Filosofis Pendidikan Nasionnal Ki Hadjar Dewantara

Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd.,M.Pd

Tujuan Pembelajaran Khusus :

Peserta mampu menemukenali nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat.

Dalam ruang kolaborasi,  CGP dibagi atas beberapa kelompok. Hasil diskusi kelompok saya adalah sebagai berikut :



MODUL 1.1.a.3 MULAI DARI DIRI : REFLEKSI FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL KI HADJAR DEWANTARA

 Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd.


Tujuan Pembelajaran Khusus :

Peserta mampu membuat refleksi diri tentang pemikiran Ki Hadjar Dewantara


Pertanyaan panduan tulisan reflektif kritis terkait konsep pemikiran Pendidikan KHD :

1. Apa yang anda ketahui tentang pemikiran Ki HAdjar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran?

2. Apa relevansi pemikiran KHD dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini dan konteks Pendidikan di sekolah Anda secara Khusus?

3. Apakah Anda susah melaksanakan pemikiran KHD dan memiliki kemerdekaan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru?


Terhadap tiga pertanyaan di atas dapat saya rangkum hal-hal sebagai berikut :


Pendidikan dan Pengajaran berdasarkan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara adalah bapak pendidikan Indonesia. Beliau menjadi tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang menempuh perjuangan melalui tulisan-tulisan yang berisi kritik terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Hal penting yang selalu Ki Hadjar Dewantara tawarkan sebagai solusi ilmiah dan rasional guna perbaikan pendidikan yang mengarah pada pendidikan yang memanusiakan manusia. Dengan demikian pendidikan menjadi ‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Pendidikan menjadi usaha menuntun segenap kekuatan kodrat yang ada pada anak baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat agar dapat mencapai kesempurnaan hidup yang selamat dan bahagia. Guru sebagai pendidik hanya mampu menuntun tumbuhnya potensi dan kekuatan yang ada pada diri siswa agar semakin berkembang.

Tiga semboyan yang senantiasa digaungkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Tiga semboyan ini mengajarkan banyak hal terkait pendidikan dan pengajaran. Bahwa seyogyanya sebagai guru harus mampu menjadi teladan, pembangun semangat dan pendorong perubahan dalam diri siswa. Sehingga dapat dituangkan dalam bentuk pendidikan budi pekerti, pengajaran yang merdeka, dan pembelajaran yang menempatkan murid sebagai subjek pendidikan. 

Pemikiran KHD terkait pendidikan dan pengajaran tidak menitikberatkan hanya pada bagian kualitas semata. Pendidikan dan pengajaran lebih tertuju pada upaya meningkatkan kemerdekaan peserta didik yang berbudi pekerti dalam belajar serta mampu mengeksplorasi kompetensi diri sesuai latar belakang sosial dan emosional.


Kesesuaian pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan pendidikan saat ini

Pendidikan di Indonesia memiliki problematika yang sangat kompleks, mulai dari permasalahan tenaga pendidik hingga kebijakan kurikulum yang senantiasa berubah-ubah. Hal ini mengharuskan peserta didik untuk mengikuti sistem yang ada. 

Seperti di sekolah kami yang pembelajaran masih berpusat pada guru dan guru memiliki otoritas dalam setiap kegiatan pembelajaran. Siswa hanya mengikuti perintah dan instruksi yang diberikan sehingga merdeka belajar yang diharapkan belum tercapai.

Merdeka belajar menjadi hal selalu digaungkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Merdeka belajar memberikan sebuah kebebasan pada pendidik dan peserta didik untuk menjalankan proses belajar mengajar. 

Dalam Merdeka belajar, nilai-nilai pendidikan yang humanis serta mengedepankan peserta didik sebagai subjek utama dalam pendidikan menjadi hal yang paling penting. 

Perubahan paradigma yang dibangun dengan arah merdeka belajar belum sepenuhnya mampu diterapkan di setiap sisi, salah satunya adalah sekolah kami yang belum maksimal melaksanakan perubahan ini. Hal ini terjadi karena belum adanya kesamaan persepsi dari para guru sebagai penuntun siswa. Oleh karena itu sangat  perlu ada komitmen bersama untuk menciptakan merdeka belajar dan juga perlu ada inovasi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa agar dapat menggali potensi yang dimiliki siswa.

 

Harapan dan ekspektasi

Setelah mempelajari modul ini, saya berharap akan dapat meningkatkan kualitas diri, menciptakan ide-ide kreatif, dapat melaksanakan pembelajaran inovatif, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melaksanakan pembelajaran berpusat pada murid. Dengan demikian saya berharap dapat mewujudkan cita-cita merdeka belajar.



 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons