Selamat Datang di Personal Weblog anjas-bee dan Terima Kasih Atas Kunjungannya

Rabu, 30 November 2022

2.3.a.4.3.Eksplorasi Konsep Modul 2.3 - 2.3. Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching : Mengajukan Pertanyaan Berbobot

     Pada bagian ini Bapak/Ibu akan melakukan kegiatan refleksi.

Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini: 

  1. Anda tidak dapat memenuhi target pekerjaan, lalu kepala sekolah/rekan kerja Anda mengajukan pertanyaan berikut:
    1. Mengapa target tidak tercapai?
    2. Kelihatannya Anda tidak merencanakannya dengan baik ya?
    3. Memangnya Anda tidak mencoba cara A, B, C, D?
    4. Apakah tidak diperhitungkan sebelumnya bahwa ini tidak akan terpenuhi?
  1. Anda sedang bingung bagaimana mengimplementasikan apa yang Anda pelajari dalam 10 hari ini. Lalu, Anda menghubungi instruktur Anda, dan ini yang ia tanyakan:
    1. Apakah Anda mengerjakan semua tugas selama 10 hari?
    2. Apakah setiap ada sesi sinkronus Anda hadir? (saat Anda selesai menjawab, ia melanjutkan?) Betul?
    3. Mengapa Anda bisa bingung kalau Anda hadir terus?
    4. Apakah Anda tidak mencoba mencari tahu saat di kelas?
  2. Anda tidak memahami suatu materi pelatihan, lalu meminta rekan Anda menjelaskan. Lalu ini yang ia tanyakan:
    1. Kenapa Anda tidak mengerti?
    2. Apa Anda tidak memperhatikan saat dijelaskan di depan?
  3.  Coba rasakan Anda ditanya seperti ini:
    1. Sudah berapa lama Anda berada di posisi ini?
    2. Apa tanggung jawab utama Anda?
    3. Anda ingin “A” atau “B”?
    4. Apakah tugasnya sudah diselesaikan?
    5. Dia berbakat atau tidak?

 

Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:

  1. Apa yang terjadi dalam diri Anda pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?
  2. Apa yang Anda pikirkan?
  3. Apa yang Anda rasakan?
  4. Apa respon Anda?
Jika saya dihadapkan pada situasi di atas tentu banyak hal yang saya rasakan. Akan tetapi karena pembelajaran sosial emosional telah saya pelajari tentu saja saya akan memaksimalkan kompetensi sosial emosional saya dalam menghadapi situasi tersebut. Berikut ini jawaban rinci saya atas empat pertanyaan di atas :

1. Yang terjadi dalam diri saya pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas adalah saya merasa tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, sedih bahkan merasa menjadi orang yang gagal. tetapi hal ini tidak membuat saya lantas berkecil hati. Dan saya rasa hal tersebut adalah normal. Atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh kepala sekolah/rekan kerja tentu saya akan menjawab secara lugas dan tenang.
2. Yang saya pikirkan adalah mengapa saya melakukan hal-hal tersebut dan bagaimana agar saya tidak kembali ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Untuk mengembalikan fokus saya dapat menerapkan teknik STOP. Setelah itu saya akan berusaha memenuhi target pekerjaan, kembali fokus dalam pembelajaran dan mencari informasi tentang materi pelatihan yang belum saya pahami.
3. Yang saya rasakan adalah perasaan tidak nyaman dan kecewa terhadap diri sendiri dan juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang tersebut. Kemudian saya akan mengelola perasaan saya agar saya tidak berlarut-larut dalam rasa kecewa. Kemudian saya akan mempelajari kembali materi tersebut debaik mungkin hingga saya mengerti
4. Respon saya adalah saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sesuai dengan apa yang sudah saya lakukan dan saya akan mengakui kesalahan yang saya perbuat serta berusaha untuk memperbaikinya.

2.3.a.4.3.Eksplorasi Konsep Modul 2.3 - 2.3. Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching : MENDENGARKAN AKTIF

 

Pada bagian ini Bapak/Ibu akan menjawab Pertanyaan Refleksi dan Pengalaman Berada di 3 Situasi yang ditampilkan pada bacaan yang disajikan:

1.         Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut.

a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?

b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

2.         Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang Anda sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu .

a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?

b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

3.         Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa Anda minta.

a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?

b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

 

Jawaban dari  Pertanyaan Refleksi di atas adalah sebagai berikut :

1.         Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut

a. Yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu adalah:

Saya merasa senang jika saya dilabeli/dinilai positif oleh orang lain dan tentu saya merasa

sedih, kecewa dan kesal jika dilabeli negative oleh orang lain. Apalagi jika label negatif itu

tidak sesuai dengan keadaan diri saya.

b. Yang saya lakukan setelah mendengarkannya:

Jika saya dilabeli/dinilai positif, saya akan mengucapkan terima kasih. Jika saya

dilabeli/dinilai negative, walaupun saya merasa sedih, kecewa dan kesal saya tidak akan

menunjukkan kepada orang tersebut, saya akan berusaha menahan perasaan sedih, kecewa

dan kesal tersebut agar tidak terlihat dan bersikap biasa saja.

2.    Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang saya sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu:

a. Yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu

Saya merasa terkejut dan kesal karena orang tersebut tidak mengonfirmasi ke saya terlebih dahulu. Tetapi saya tetap akan berusaha untuk tidak menunjukkan kekesalan yang saya rasakan.

b. Yang saya lakukan setelah mendengarkannya

Sesegera mungkin mengklarifikasi apa yang saya sampaikan dan apa yang orang lain salah artikan, agar tidak terjadi kesalah pahaman apalagi sampai menimbulkan permasalahan.

 

3.    Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa saya minta

a. Yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu

Saya akan tetap mendengarkan dengan baik dan merasa biasa saja, berpikir positif bahwa orang ini memiliki niat baik untuk menasehati atau memberi saran pada saya, apalagi jika nasehat dan saran yang dia berikan baik dan berguna untuk saya.

b. Yang saya lakukan setelah mendengarkannya

            Saya akan mengucapkan terima kasih atas nasehat dan saran yang diberikan, berterima kasih karena       sudah berbagi pengalamannya. Saya akan mengambil hal baik dari nasehat, saran atau pengalam yang diberikan.

Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching

 

Dalam tugas kali ini, bapak Ibu diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut :


1.     Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat berhasil menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang! 

2.     Apa hal-hal yang biasanya dilakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan?

3.     Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat hilang fokus di saat sedang melakukan-percakapan dengan seseorang. Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya focus? Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus?


Jawab:

1.     Pengalaman saya untuk dapat menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang dapat saya lakukan dengan beberapa cara berikut :

a.     Mendengarkan dengan sepenuh hati

b.     Tidak memotong pembicaraan 

c.     Beri tanggapan terhadap pembicaraannya

d.     Jika ada yang ingin ditanyakan maka, beli pertanyaan yang mudah dimengerti


2.     Hal-hal yang biasanya saya lakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan dapat saya rincikan sebagai berikut :

a.     Sebelum kegiatan

  • Mempelajari dan memahami topik yang akan di bahas
  •  Membuat tujuan yang akan di harapkan dalam kegiatan
  • Menyusun strategi penyampaian
  • Membuat kenyamanan dalam kegiatan

b. Selama kegiatan, saya berusaha untuk memastikan menyimak setiap pembicaraan. 

c. Sesudah kegiatan

  • Mengambil pelajaran dari kegiatan
  • Mencatat kekurangan dalam kegiatan untuk di jadikan pembelajaran selanjutnya
  • Memberi respon positif dalam kegiatan


3.     Pengalaman saya hilang fokus di saat sedang melakukan-percakapan dengan seseorang yaitu jika ada masalah mendesak dan tiba-tiba, misalnya dapat berita keluarga terdekat sakit. Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya focus? Sering kehilangan focus karena ada masalah di luar pembicaraan yang sifatnya urgen. Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus? Berusaha mengurangi pikiran ke masalah tersebut walaupun urgen atau menyelesaikan masalah yang urgen tersebut terlebih dahulu.

Selasa, 29 November 2022

Ringkasan Sub Pembelajaran 2.2: Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching

 Paradigma Berpikir Coaching

1. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan

Pada saat mengembangkan kompetensi rekan sejawat, perhatian dipusatkan pada rekan yang

dikembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan

pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada

mereka, sesuai keinginan mereka.


2. Bersikap terbuka dan ingin tahu

Diperlukan berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang

dikembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:

1. Berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang

lain;

2. Mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;

3. Tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat

orang lain memiliki pemikiran tertentu.

Agar dapat bersikap terbuka, maka perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang

dikatakan atau dilakukan rekan. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran atas

jawaban rekan, maka diubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi

penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati.


3. Memiliki kesadaran diri yang kuat

Kesadaran diri yang kuat membantu untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi

selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Diperlukan kemampuan menangkap adanya

emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun

dari rekan.


4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Diperlukan kemampuan melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa

rekan melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan,

karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga

mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita

berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada

masalah.


Prinsip Coaching

Terdapat tiga prinsip Coaching, yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.

Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip

coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi.

1. Kemitraan

Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra, yang berarti setara, tidak

ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya

sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar

dari dirinya sendiri. Kemitraan ini diwujudkan dengan cara membangun kesetaraan dengan

orang yang akan dikembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara

keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada

saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih

berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan

sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau

memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita. Kemitraan dalam mengembangkan rekan

sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita

kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan,

bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut.


2. Proses kreatif

Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang

diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses

kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:

1. dua arah

2. memicu proses berpikir coachee

3. memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang

yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan

situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk

mengembangkan kompetensi dirinya


3. Memaksimalkan potensi

Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri

dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang

paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga,

percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang

dikembangkan.


Prinsip dan Paradigma Berpikir Coaching dalam Supervisi Akademik

Prinsip dan paradigma berpikir coaching sangat bisa digunakan dalam proses supervisi, agar

semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang memberdayakan, bukan

mengevaluasi.

Supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses

belajar di kelas. Kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan

evaluasi, yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi

awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita mengetahui tujuan dan

hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan

paradigma berpikir coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.

Jumat, 25 November 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

 

Anjasmoro

CGP Angkatan 6 Kabupaten Bengkulu Tengah

Di bawah Bimbingan :

Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd

Pemahaman Tentang Pembelajaran  Sosial dan Emosional.

Sebelumnya saya merasa jika kompetensi sosial emosional murid terbentuk dengan sendirinya, ternyata hal tersebut tidak tepat. Setelah  saya mempelajari modul ini, saya meyakini bahwa kompetensi sosial emosional murid akan terbentuk melalui proses pendidikan, dan pengajaran  sejalan dengan pertumbuhan dan bertambahnya usia mereka menuju kedewasaan. Proses pembelajaran anak didik tidak tergantung pada aspek inteligensi atau kemampuan kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti aspek perkembangan emosi dan sosial. Aspek emosi dan sosial ini sangat berpengaruh terhadap perilaku murid kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Pada murid aspek sosial emosi ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran sosial emosional.  Pembelajaran sosial emosional adalah proses mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal murid dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Pembelajaran sosial emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penanaman pendidikan karakter kepada murid. Pemahaman tersebut seperti di atas berbeda dengan pemahaman saya sebagai guru sebelum mempelajari modul ini. Oleh Karena itu  dalam pembelajaran di kelas saya harus mengintegrasikan pembelajaran sosial dan emosional di awal  proses  pembelajaran. Hal ini dilakukan  untuk mengetahui seberapa kesiapan, ketertarikan, dan fokus murid dalam memulai pembelajaran, sehingga sebagai  guru dapat melayani kebutuhan belajar murid  dan mampu menciptakan  lingkungan yang aman dan nyaman dalam  meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being).

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah proses pembentukan diri dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak (kesadaran diri, kontol diri, kemampuan berelasi, dan lain-lain) untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, mengajarkan mereka menjadi orang yang baik, memberikan keseimbangan pada individu, dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah Pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh Kepala Sekolah, Guru, murid, Tenaga Kependidikan, wali murid dan warga sekolah lainnya. Proses Kolaborasi ini memungkinkan murid, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional dengan tujuan agar dapat mewujudkan hal-hal sebagai berikut:

1. Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri)

2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)


Pembelajaran Sosial dan Emosional dapat diberikan dalam 3 ruang lingkup yaitu, kegiatan rutin di luar pembelajaran akademik, terintegrasi dalam pembelajaran, dan  protokol, budaya, atau peraturan sekolah yang disepakati bersama (keyakinan kelas).

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di kelas atau sekolah sehingga dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being) anak didik, ada 3 (tiga) hal terpenting dan sangat mendasar yaitu  5 Kompetensi Sosial Emosional, Kesadaran Penuh (Mindfulness), dan Kesejahteraan Psikologis (Well Being).  Adapun penjelasan dari ketiga hal penting tersebut adalah:

 

5 (Lima)   Kompetensi Pembelajaran Sosial dan Emosional

Kesadaran Diri.

Kesadaran Sosial merupakan kemampuan untuk memahami emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan. Contoh : Dapat mengembangkan identitas pribadi dan identitas sosial, Mengidentifikasi kekuatan/aset diri dan budaya, Mengidentifikasi emosi dalam diri, Menunjukkan integritas dan kejujuran, Mampu menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai diri


 Manajemen Diri.

     Manajemen diri merupakan kemampuan untuk memahami emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi. Contoh :

Mengelola emosi diri

Mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi pengelolaan stres

Menunjukkan disiplin dan motivasi diri

Merancang tujuan pribadi dan bersama

Menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir

Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif

Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok

 

3.       Kesadaran  Sosial

     Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang budaya dan konteks yang berbeda-beda. Contoh : Mempertimbangkan pandangan dan pemikiran orang lain, Mengakui kemampuan dan kekuatan orang lain, Mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih,Menunjukkan keprihatinan atas perasaan orang lain, Memahami dan mengekspresikan rasa syukur, Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan

 

4.       Keterampilan Berelasi

      Keterampilan berelasi merupakan kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat. Contoh: Berkomunikasi dengan efektif, Mengembangkan relasi dan hubungan positif, Memperlihatkan kompetensi kebudayaan

 

5.       Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

      Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab merupakan kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (Well being) diri sendiri, masyarakat, dan berkelompok. Contoh : Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran,Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial, Belajar membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data dan fakta, Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya., Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.

 

Kesadaran Penuh (Mindfulness)

 

Pembelajaran sosial dan emosional dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (Mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional yang akan memunculkan perasaan tenang, stres berkurang, pikiran menjadi jernih, dan fokus serta menjadi semangat dalam belajar.

 

Kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan keadilan. Kesadaran penuh (Mindfulness) sebagai dasar penguatan lima kompetensi sosial dan emosional. Praktik kesadaran penuh dapat dilakukan dengan menggunakan teknik STOP.

 

Kesejahteraan Psikologis (Well Being)

Suatu kondisi individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan diri.

 

Dengan memahami dan menerapkan ketiga hali atas, maka  perubahan yang selayaknya   diterapkan oleh seorang guru di kelas dan sekolah, adalah :

 

Bagi murid-murid,  yakni Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksi kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan responsif dengan perkembangan budaya serta mengintegrasikan kompetensi sosial dan emosional ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran.

 

Bagi rekan sejawat,  Guru harus tetap belajar dan menjadi teladan (memodelkan), serta membangun kolaborasi

 

KETERKAITAN MATERI DALAM MODUL 2.2 DENGAN MODUL YANG LAIN

 

Keterkaitan materi dalam modul 2.2 ini  dengan modul yang lain diantaranya :

 

1. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.1 FILOSOFI PEMIKIRAN KHD

 

Ada hubungan timbal-balik antara pemikiran dan konteks sosial. Di satu sisi setiap pemikiran terjadi dan berkembang di dalam konteks sosial tertentu. Di sisi lain, konteks sosial secara tertentu pula dibentuk dan dikembangkan oleh pemikiran. Aktivitas berpikir manusia seperti yang telah dicetuskan oleh KHD  telah membentuk dan mengembangkan konteks sosio-kultural yang khas sesuai tradisi dan budaya pada masa itu, telah menjadikan  alam  sebagai sumber inspirasi sehingga mengalami transformasi menjadi kebudayaan. Dan pemikiran tersebut masih terasa pengaruh dan manfaatnya hingga kini. Pembelajaran Sosial dan Emosional sesuai dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara anatar lain adalah guru harus dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan di sekolah sehingga tercipta kondisi yang aman, nyaman, sehat, dan bahagia bagi murid. Hal ini sejalan dengan pemikiran KHD bahwa pendidikan harus menuntun anak mencapai kodrat agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya.

 

2. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.2 NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK

Pembelajaran Sosial dan Emosional bahwa Guru harus dapat menumbuhkan nilai dan peran guru dalam pengelolaan emosi murid sehingga tercipta pembelajaran yang berpihak kepada murid, dan terbentuknya nilai-nilai kemandirian pada murid. Hal ini sesuai dengan Nilai Guru Penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak kepada murid. Selain itu juga Guru harus memiliki peran yaitu menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepimpinan murid.

 

3. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

Dalam Pembelajaran Sosial dan Emosional, Guru harus dapat mewujudkan visi yang diharapkan yaitu Mewujudkan Siswa yang Beriman, Bertaqwa dan Berbudi Pekerti Luhur, berprestasi sehingga terwujud Profil Pelajar Pancasila. Hal ini bisa terwujud dengan melakukan prakarsa perubahan dengan memberikan pembelajaran kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

 

4. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 Pembelajaran Sosial dan Emosional,  seorang guru harus dapat memahami emosi masing-masing murid agar dapat mengontrol diri dan dapat menerapkan budaya positif yang baik di sekolah sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, aman, dan nyaman bagi siswa yang proses pembelajaran. Penerapan pembelajaran sosial dan emosional ini sangat  berpengaruh positif dalam penerapan budaya positif baik berupa disiplin positif maupun keyakinan kelas dengan sebaik mungkin karena motivasi yang dibangun itu muncul  dari motivasi internal  dan dengan kesadaran diri dan manajemen diri.

 

5. KETERKAITAN MODUL 2.2 DENGAN MODUL 2.1 PEMBELAJARAN DIFERENSIASI

Pembelajaran Sosial dan Emosional, guru harus dapat mengidentifikasi emosi dan perasaan masing-masing murid sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran diferensiasi di kelas sesuai kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar murid, dan dengan menggunakan strategi diferensiasi konten, proses, dan produk, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan murid agar pembelajaran semakin menyenangkan dan dapat mewujudkan merdeka belajar.

 

Demikian Koneksi Antar Materi terkait dengan pembelajaran Modul 2.2 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6 tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional, semoga kita sebagai guru dapat menerapkan Pembelajaran Sosial dan Emosional di sekolah.

Kamis, 10 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Oleh :

Anjasmoro

CGP Angkatan 6 Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu

 

Di bawah bimbingan :

Fasilitator            : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd.

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd.. 



Pembelajaran Berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Pembelajaran Berdiferensiasi dapat dilakukan di kelas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Merumuskan tujuan pembelajaran
  • Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil murid.
  • Menciptakan suasana belajar yang kolaboratif dan positif
  • Melakukan penilaian yang berkelanjutan / on going assessment
  • Melakukan diferensiasi konten, produk, dan proses

 

Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang masksimal karena pembelajaran berdiferensiasi berpihak pada murid, menciptakan lingkungan belajar yang positif, kolaboratif dan saling menghargai, serta adanya strategi pembelajaran didasari oleh kebutuhan murid meliputi kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid.

 

Untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi guru terlebih dahulu harus mengidentifikasi kebutuhan murid yang terkait dengan kesiapan belajar murid (lambat-cepat, konkret – abstrak, mandiri - bantuan, minat murid, profil belajar murid yang meliputi gaya belajar, latar belakang, dan kecerdasan).

 

Kesiapan belajar murid atau readiness adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru diibaratkan seperti “The Equalizer” dari yang bersifat mendasar menuju bersifat transformatif, konkret ke abstrak, sederhana ke kompleks, terstruktur ke terbuka (open-ended), tergantung ke mandiri, dan lambat menjadi cepat.

 

Sedangkan dalam minat belajar, hal yang dapat dilakukan antara lain : “Cocokkan” yaitu mencari kecocokan antara minat murid dengan tujuan pembelajaran, “Koneksikan” berarti menunjukkan koneksi antar materi pembelajaran, “Jembatani” yaitu menjembatani pengetahuan awal dengan pengetahuan baru, dan “Memotivasi” yang memungkinkan tumbuhnya motivasi murid untuk belajar.

 

Dalam profil belajar murid maka guru perlu mengidentifikasi lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, kemudian pengaruh budaya dari santai menjadi terstruktur, pendiam ke ekspresif, personal ke impersonal, gaya belajar murid juga dengan mengidentifikasi yaitu bisa visual (belajar dengan melihat), auditori (belajar dengan mendengarkan), kinestetik (belajar sambil melakukan), kecerdasan majemuk (multiple intelegences), visual ke spasial, musical bodily kinestetik, logic matematika.

 

Ada tiga strategi dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu :

1.   Diferensiasi Konten

Adalah mendiferensiasikan materi pembelajaran kepada murid berdasarkan kebutuhan, dilihat dari kesiapan belajar murid secara konkret – abstrak, minat belajar murid dengan mempersiapkan topik atau materi sesuai minat siswa, profil belajar siswa sesuai gaya belajar, audio, visual, atau kinestetik.

2.  Diferensiasi Proses

Adalah usaha untuk membantu murid memahami materi pembelajaran dengan memberi beberapa kegiatan atau scaffolding sesuai dengan kebutuhan murid.

 

3.   Diferensiasi Produk

Produk berupa tagihan atau hasil yang diharapkan dari murid setelah proses pembelajaran, baik berupa hasil tes, presentasi atau diskusi, pertunjukkan, pidato, diagram dan lainnya yang mencerminkan pemahaman murid dari tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran.

 

Kaitan Antar Materi Dengan Modul Sebelumnya

Filosofi pemikiran KHD mengungkapkan bahwa pendidikan adalah menuntun murid sesuai kodrat alam dan zaman dengan berpihak pada murid sesuai perkembangan minat, bakat dan potensi murid. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pembelajaran berdiferensiasi yang bertujuan memberikan pembelajaran kepada murid dengan cara memetakan kebutuhan murid sesuai kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar anak.

 

Kaitan dengan Nilai dan peran Guru penggerak bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat mewujudkan Merdeka Belajar apabila guru penggerak telah memiliki nilai guru penggerak dan menerapkan peran guru penggerak. Nilai guru penggerak meliputi : mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, berpihak pada murid. Dan peran guru penggerak meliputi menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid.

 

Kaitan dengan visi guru penggerak, seorang guru penggerak tentunya memiliki visi untuk mewujudkan murid yang merdeka belajar dan memiliki profil pelajar Pancasila. Pembelajaran yang berpihak pada murid selaras dengan pembelajaran berdiferensiasi  yang menyesuaikan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Untuk menciptakan pembelajaran berdiferensiasi guru penggerak harus mampu berkolaborasi dan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki oleh sekolah sehingga mampu mendukung terwujudnya visi dan mendukung perkembangan murid berdasarkan pemetaan kebutuhan murid.

 

Kaitan dengan Budaya Positif, Budaya positif adalah perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran diferensiasi dibangun dengan menerapkan budaya positif. Jadi jelas bahwa ada koneksi antara pembelajaran berdiferensiasi dengan budaya positif yang berlaku di sekolah.

 

SALAM DAN BAHAGIA

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons