Selamat Datang di Personal Weblog anjas-bee dan Terima Kasih Atas Kunjungannya

Rabu, 14 Desember 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING DALAM SUPERVISI AKADEMIK


Oleh :


Anjasmoro

CGP Angkatan 6

Kabupaten Bengkulu Tengah

Fasilitator : Hj. Ucu Julaeha, M.Pd.

Pengajar Praktik : Mulia Triska Putri, S.Pd., M.Pd.


Tujuan Pembelajaran Khusus :

CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul2.3 dalam berbagai media.

Pengertian Coaching

Apakah itu coaching? International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang pendamping (coach) bersama dengan klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, ada 3 kata kunci yang dapat diambil yaitu kemitraan (partnership), memberdayakan (empowering) dan optimalisasi.

Maksud kemitraan pada proses coaching adalah bahwa kedudukan coach dan coachee itu sama , tidak ada yang lebih tinggi. Coach memposisikan diri sebagai teman bicara yang mengarah kan dengan memberdayakan (empowering) coachee-nya melalui optimalisasi pertanyaan pertanyaan berbobot berupa pertanyaan terbuka sehingga dapat menggali ide-ide dari pengalaman pribadi coachee-nya. 

 

Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Coach

Pada modul 2.3 disampaikan ada 3 kompetensi yang harus dimiliki seorang coach yaitu :

  1. Pressence, hadir sepenuhnya. Seorang coach harus hadir sepenuhnya baik jiwa maupun raga dalam percakapan  coaching, ini dapat terlihat dari selarasnya hati pikiran serta bahasa tubuh sang coach
  2. Mendengar kan aktif. kompetensi ini lahir dari kehadiran penuh sang coach. Pada kompetensi ini coach dilarang untuk menjudment, berasumsi serta berasosiasi berdasarkan pengalaman coach sendiri. 
  3.  Pertanyaan berbobot. Coach harus berupaya memberikan pertanyaan terbuka pada sang coachee yang nanti nya, akan dapat menggali ide ide dari pengalaman pribadi coachee. Pertanyaan terbuka ini dapat diberikan dengan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana. 

 

Pada materi 2.3 ini disampaikan pula perbedaan dari coaching, mentoring, dan consulting

 


Keterampilan coaching ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk menggali kemampuan siswa dalam menangani masalah sendiri baik masalah dalam hal belajar maupun masalah pribadi siswa. Begitupun dengan hubungan sosial dengan atasan maupun teman sejawat, keterampilan coaching dapat pula membantu rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka dalam mengajar maupun masalah pribadi dengan mengoptimalkan pengetahuan sang coachee berdasarkan pengalaman pribadi. 

 

Refleksi Pengalaman Belajar Modul 2.3

Saya, sebagai guru penggerak haruslah mampu menjalankan salah satu peran guru penggerak yakni  menjadi coach bagi guru lain, agar mampu menuntun rekan sejawat saya untuk menemukan sendiri solusi atas masalah yang dihadapinya melalui kegiatan supervisi akademik menggunakan konsep coaching.

Selama dan setelah saya belajar materi coaching ini, saya merasa tertantang bagaimana bisa menggali pengalaman dalam mengatasi masalah, membuat pertanyaan berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan coachee saya tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada saya sendiri,apa yang bisa saya lakukan agar tetap terkontrol?. Menurut saya disini lah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 diuji pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi saya, keterampilan kesadaran diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi perlu diterapkan ketika saya menjadi coach di kelas saya. 

 

Selama pembelajaran, saya sudah merasa baik dalam menahan diri saya untuk tidak menjudgment ketika siswa saya berpendapat. Saya berikan mereka kebebasan berpendapat ketika saya mengajukan pertanyaan, tentu dengan pengaturan kesempatan berpendapat agar tidak mengganggu ketertiban di kelas. Saya merasa berhasil dalam menerapkan keterampilan sosial emosional . Saya juga menjadi pendengar yang baik bagi rekan sejawat saya ketika mereka berkeluh kesah ,curhat bahasa kekinian nya, menjadi teman ngobrol yang sedikit banyak dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan santai ini terlahir rencana bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya, dan tentu saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang sudah saya pelajari di modul 2.3 ini.

Ketika pembelajaran di kelas, ada keterampilan yang menurut saya harus saya pelajari dan tingkatkan, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot yang singkat padat dan jelas bagi murid murid saya. Kadang kala saya merasa saya masih mengajukan pertanyaan yang membingungkan sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dan menimbulkan jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang saya maksud di pertanyaan ketika saya jadi coach. Saya jadi bertanya Apa yang dapat saya lakukan untuk mengefektifkan pertanyaan saya dan bisa menjadi pertanyaan berbobot? . Untuk itu, saya berusaha melakukan 2 tahap sebelum melemparkan pertanyaan yaitu dengan pressence / hadir penuh serta mendengarkan aktif ketika coachee saya bercerita, saya pun harus mampu mencari dan menciptakan waktu dan tempat yang nyaman untuk coachee saat coaching dilaksanakan. 

 

Kesimpulannya materi modul 2.3 ini berkaitan sekali dengan modul 1.2 yaitu nilai dan peran guru penggerak. Pada modul ini disampaikan bahwa salah satu peran guru penggerak adalah sebagai coach bagi guru lain. Sesuai dengan peran tersebut seorang guru penggerak harus mampu menjadi mitra bagi guru lainnya dalam menyelesaikan masalah. Guru penggerak juga mempunyai peran sebagai pemimpin pembelajaran, dimana seorang pemimpin tentu harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi akademik ketika di perlukan. Hubungan nya dengan kedua peran tersebut, ketika melakukan nya tentu seorang guru penggerak harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai Pembelajaran sosial emosional ( modul. 2.2 ) . Guru penggerak harus memiliki kesadaran diri serta kesadaran sosial yang baik ketika melakukan coaching. Harus mampu menahan diri dan keinginan untuk berkomentar yang menjudgment sang coachee. Intinya seorang Coach itu harus mampu menjadi pendengar setia ketika sang coachee sedang menyampaikan pemahamannya. 

 

Kaitannya dengan modul 1.1 filosofi KHD bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat anak baik kodrat alam maupun kodrat jaman sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Pada tahap menuntun ini guru dapat berperan sebagai Coach yang dapat menggali semua kemampuan yang dimiliki anak didiknya, dapat pula berperan sebagai Mitra belajar bagi anak. Ini dimaksudkan agar anak lebih merdeka mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki tapi tetap tera rah dengan adanya coach yang mengarahkan mereka. Sekali lagi proses mengarahkan ini harus bebas dari judgment, asumsi maupun asosiasi coach.


Salam dan Bahagia
Guru Penggerak
Tergerak, Bergerak, Menggerakkan!

Jumat, 02 Desember 2022

RINGKASAN SUB PEMBELAJARAN 2.4: SUPERVISI AKADEMIK DENGAN PARADIGMA BERPIKIR COACHING

Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).

Penilaian proses pembelajaran selain dilaksanakan oleh pendidik dapat dilaksanakan oleh:

a. sesama pendidik;

b. kepala Satuan Pendidikan;

c. Peserta Didik.

 

Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coachng meliputi:

1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru

2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3. Terencana

4. Reflektif

5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6. Berkesinambungan

7. Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

 

Pada umumnya pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut.

Salah satu bagian dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Morris Cogan dari Harvard University. Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980) mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas. Sebuah kegiatan supervisi klinis bercirikan:

1.     Interaksi yang bersifat kemitraan

2.     Sasaran supervisi berpusat pada strategi pembelajaran atau aspek pengajaran yang hendak dikembangkan oleh guru dan disepakati bersama antara guru dan supervisor

3.      Siklus supervisi klinis: pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi

4.      Instrumen observasi disesuaikan dengan kebutuhan

5.     Objektivitas dalam data observasi, analisis dan umpan balik

6.     Analisis dan interpretasi data observasi dilakukan bersama-sama melalui percakapan guru dan supervisor

7.      Menghasilkan rencana perbaikan pengembangan diri

8.     Merupakan kegiatan yang berkelanjutan.

Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi 3 tahap yakni Pra- observasi, Observasi dan Pasca-observasi.

Seorang Kepala Sekolah dapat menjadi seorang evaluator, fasilitator, coach, konsultan atau trainer sesuai dengan peran yang dibutuhkan saat itu. Kepala Sekolah perlu menginformasikan kepada coachee mengenai peran apa yang sedang dilakukan saat itu.

Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.

 DAFTAR PUSTAKA


 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons