Selamat Datang di Personal Weblog anjas-bee dan Terima Kasih Atas Kunjungannya

Jumat, 24 Juni 2011

neeeee

Tak pernah terbayangkan dalam benakku, jika dunia pendidikan yang akhirnya kuterjuni bentuknya seperti ini.
Dulu sebelum memutuskan untuk menjadi pendidik, aku berpikir bahwa menjadi pendidik adalah pekerjaan yang tidak terlalu menyulitkan. Mengajar, menyampaikan materi, memberi latihan, ulangan harian, mengoreksi, bercerita dengan siswa, sambil sesekali pergi bermain bersama. Tapi itu dulu, dalam pikiranku.
Satu tahun berjalan, rasa terseok-seok aku menapaki jalan ini. Ketidakjujuran, sikap tak bertanggung jawab kutemui dalam banyak waktu.
Huffft…mengelus dada rasanya tak cukup.
Sering aku menangis diam-diam, memikirkan anak-anak yang menjadi tanggung jawabku. Memikirkannya membuat kepalaku sakit dan nyut-nyutan.
Ini semua adalah tantangan yang mengerikan aku. Sekolah, tempat aku mengabdikan diri adalah sekolah baru. Waktu aku datang, usianya baru 9 bulan.
Sekolahku, hanya punya nama dan siswa, tak ada ruang kelas, apalagi ruang guru.. sekolahku menumpang. Tepat satu tahun usia sekolahku, sekolah tempat kami menumpang tak bisa lagi member tumpangan, akhirnya kami mencari tempat tumpangan lagi.
Berbondong-bondonglah kami pindahan, selayaknya orang menumpang, tentu saja perasaan riskan, sungkan senantiasa hadir di hati.
Setengah tahun kemudian, dengan riang gembira, akhirnya kami punya gedung baru.
Tak terbayangkan rasanya, senang sekali waktu pindahan…
Memang seperti kucing beranak jadinya, pindah-pindah terus…
Karena sekolahku sekolah baru, maka siswa yang diterima pun tak banyak mempertimbangkan banyak aspek. Yang penting anaknya mau sekolah, maka kami terima…
Bersambung…..

Sabtu, 04 Juni 2011

INDAHNYA MEMBERI

Indahnya memberi
Cinta itu indah. Karena ía bekerja dalam ruang kehidupan yang luas. Dan inti pekerjaannya adalah memberi. Memberi apa saja yang diperlukan oleb orang-orang yang kita cintai untuk tumbuh menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.
Para pencinta selati hanya mengenal satu pekerjaan besar dalam hidup mereka: memberi. Terus menerus memberi. Dan selamanya begitu. Menerima? Mungkin, atau bisa juga jadi pasti! Tapi itu efek, hanya efek. Efek dari apa yang mereka berikan. Seperti cermin kebajikan yang memantulkan kebajikan yang sama. Sebab, adalah hakikat di alam kebajikan bahwa setiap satu kebajikan yang kita lakukan selalu mengajak saudara-saudara kebajikan yang lain untuk dilakukan juga.
Itu juga yang membedakan para pecinta sejati dengan para pencinta palsu. Kalau kamu mencintai seseorang dengan tulus, ukuran ketulusan dan kesejatian cintamu adalah apa yang kamu berikan padanya untuk membuat kehidupannya menjadi lebih baik. Maka kamu adalah air. Maka kamu adalah matahari. Ia tumbuh dan berkembang dari siraman airmu. Ia besar dan berbuah dari sinar cahayamu.
Para pencinta sejati tidak suka berjanji. Tapi begitu mereka memutuskan mencintai seseorang, mereka segera membuat rencana memberi. Setelah itu mereka bekerja dalam diam dan sunyi untuk mewujudkan rencana-rencana mereka. Setiap satu rencana memberi terealisasi, setiap itu satu bibit cinta muncul bersemi dalam hati orang yang dicintai. Janji menerbitkan harapan. Tapi pemberian melahirkan kepercayaan.
Bukan hanya itu. Rencana memberi yang terus terealisasi menciptakan ketergantungan. Seperti pohon tergantung dari siraman air dan cahaya matahari. ltu ketergantungan produktif. Ketergantungan yang menghidupkan. Di garis hakikat ini, cinta adalah cerita tentang seni menghidupkan hidup. Mereka menciptakan kehidupan bagi orang-orang hidup. Karena itu kehidupan yang mereka bangun seringkali tidak disadari oleb orang-orang yang menikmatinya. Tapi begitu sang pemberi pergi, mereka segera merasakan kehilangan yang menyayat hati. Tiba-tiba ada ruang besar yang kosong tak berpenghuni. Tiba-tiba ada kehidupan yang hilang.
Barangkali suatu saat kamu tergoda untuk menguji dirimu sendiri. Apakah kamu seorang pencinta sejati atau pencinta palsu. Caranya sederhana. Simak dulu pesan Umar bin Khattab ini: hanya ada satu dari dua perasaan yang mungkin dirasakan oleh setiap orang pada saat pasangan hidupnya wafat: merasa bebas dari beban hidup atau merasa kehilangan tempat bergantung.
Sekarang bertanyalah pada pasangan hidup Anda tanpa dia ketahui: jika aku mati sekarang, apakah kamu akan merasa bebas dari sebuah beban atau akan merasa kehilangan tempat bergantung? Kalau dia merasa kehilangan, maka di langit hatinya akan ada mendung pekat yang mungkin menurunkan hujan air mata yang amat deras. Jika tidak, mungkin senyumnya merekah sambil berharap bahwa kepergianmu akan memberinya kesempatan baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Disadur dari Anis Matta

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons