Tak pernah terbayangkan dalam benakku, jika dunia pendidikan yang akhirnya kuterjuni bentuknya seperti ini.
Dulu sebelum memutuskan untuk menjadi pendidik, aku berpikir bahwa menjadi pendidik adalah pekerjaan yang tidak terlalu menyulitkan. Mengajar, menyampaikan materi, memberi latihan, ulangan harian, mengoreksi, bercerita dengan siswa, sambil sesekali pergi bermain bersama. Tapi itu dulu, dalam pikiranku.
Satu tahun berjalan, rasa terseok-seok aku menapaki jalan ini. Ketidakjujuran, sikap tak bertanggung jawab kutemui dalam banyak waktu.
Huffft…mengelus dada rasanya tak cukup.
Sering aku menangis diam-diam, memikirkan anak-anak yang menjadi tanggung jawabku. Memikirkannya membuat kepalaku sakit dan nyut-nyutan.
Ini semua adalah tantangan yang mengerikan aku. Sekolah, tempat aku mengabdikan diri adalah sekolah baru. Waktu aku datang, usianya baru 9 bulan.
Sekolahku, hanya punya nama dan siswa, tak ada ruang kelas, apalagi ruang guru.. sekolahku menumpang. Tepat satu tahun usia sekolahku, sekolah tempat kami menumpang tak bisa lagi member tumpangan, akhirnya kami mencari tempat tumpangan lagi.
Berbondong-bondonglah kami pindahan, selayaknya orang menumpang, tentu saja perasaan riskan, sungkan senantiasa hadir di hati.
Setengah tahun kemudian, dengan riang gembira, akhirnya kami punya gedung baru.
Tak terbayangkan rasanya, senang sekali waktu pindahan…
Memang seperti kucing beranak jadinya, pindah-pindah terus…
Karena sekolahku sekolah baru, maka siswa yang diterima pun tak banyak mempertimbangkan banyak aspek. Yang penting anaknya mau sekolah, maka kami terima…
Bersambung…..
Dulu sebelum memutuskan untuk menjadi pendidik, aku berpikir bahwa menjadi pendidik adalah pekerjaan yang tidak terlalu menyulitkan. Mengajar, menyampaikan materi, memberi latihan, ulangan harian, mengoreksi, bercerita dengan siswa, sambil sesekali pergi bermain bersama. Tapi itu dulu, dalam pikiranku.
Satu tahun berjalan, rasa terseok-seok aku menapaki jalan ini. Ketidakjujuran, sikap tak bertanggung jawab kutemui dalam banyak waktu.
Huffft…mengelus dada rasanya tak cukup.
Sering aku menangis diam-diam, memikirkan anak-anak yang menjadi tanggung jawabku. Memikirkannya membuat kepalaku sakit dan nyut-nyutan.
Ini semua adalah tantangan yang mengerikan aku. Sekolah, tempat aku mengabdikan diri adalah sekolah baru. Waktu aku datang, usianya baru 9 bulan.
Sekolahku, hanya punya nama dan siswa, tak ada ruang kelas, apalagi ruang guru.. sekolahku menumpang. Tepat satu tahun usia sekolahku, sekolah tempat kami menumpang tak bisa lagi member tumpangan, akhirnya kami mencari tempat tumpangan lagi.
Berbondong-bondonglah kami pindahan, selayaknya orang menumpang, tentu saja perasaan riskan, sungkan senantiasa hadir di hati.
Setengah tahun kemudian, dengan riang gembira, akhirnya kami punya gedung baru.
Tak terbayangkan rasanya, senang sekali waktu pindahan…
Memang seperti kucing beranak jadinya, pindah-pindah terus…
Karena sekolahku sekolah baru, maka siswa yang diterima pun tak banyak mempertimbangkan banyak aspek. Yang penting anaknya mau sekolah, maka kami terima…
Bersambung…..